Deskripsi
Di tengah gemerlap keindahan Bali, tersembunyi berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan Bali, seperti isu kasta. Perempuan dari kasta Brahmana, seperti tokoh Telaga dalam novel ini, terikat oleh aturan yang melarang mereka menikah dengan pria dari kasta yang lebih rendah. Mereka harus berbicara dengan bahasa yang berbeda dan melihat kehidupan dari perspektif yang lebih tinggi.
Konflik pun muncul saat Telaga jatuh cinta pada seorang pria sudra. Telaga terjebak di antara cinta dan tradisi yang harus dijunjung tinggi. Memilih di antara keduanya sama saja dengan mengorbankan separuh hidupnya. Dengan latar budaya Bali yang kental, novel ini menggambarkan posisi sebenarnya perempuan Bali dalam masyarakatnya.
Novel ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang menyukai genre romance.
Sinopsis Buku
“Perempuan Bali, Luh, mereka tidak terbiasa mengeluh. Dengan cara itulah, mereka menyadari bahwa mereka hidup dan harus tetap hidup. Keringat mereka adalah api, dari keringat itulah asap dapur tetap menyala. Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka, tapi juga menyusui laki-laki. Mereka memberi hidup itu sendiri.”
Seperti Arundhati Roy dan penulis perempuan di “Dunia Ketiga”, Oka Rusmini dengan berani mengusik kemapanan dengan kritik terhadap budayanya sendiri. Diskriminasi gender dan kelas dalam Tarian Bumi dibandingkan dengan The God of Small Things. —Melanie Budianta
Tarian Bumi menjadi fenomena dan kontroversi. Novel ini dengan terbuka menggambarkan keadaan kehidupan perempuan bangsawan Bali yang masih sangat feodal. Dalam konteks adat-istiadat Bali, Tarian Bumi dianggap sebagai pemberontakan. —Tempo, 9 Mei 2004
Jika Graham Greene merasa menemukan India yang sebenarnya melalui karya R.K. Narayan, kita pun merasa menemukan Bali yang sebenarnya melalui novel ini. —Horison, Juli 2001
Tentang Penulis Oka Rusmini, lahir di Jakarta pada 11 Juli 1967 dan tinggal di Denpasar, Bali. Penulis ini menghasilkan karya-karya puisi, novel, dan cerita pendek. Pada tahun 2021, novel Tarian Bumi merayakan dua dekade keberhasilannya, terus menjadi pembicaraan dan penelitian di masyarakat.
Novel ini membawa Oka Rusmini meraih penghargaan dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Indonesia sebagai penerima Penghargaan Penulisan Karya Sastra tahun 2003. Ia juga mendapatkan S.E.A Write Award tahun 2012 dari Kerajaan Thailand, serta penghargaan-penghargaan lainnya seperti cerpen terbaik majalah Femina tahun 1994, pemenang Cerita Bersambung dari Majalah Femina tahun 1998, dan cerpen “Pemahat Abad” terpilih sebagai Cerpen Terbaik majalah sastra Horison periode 1990-2000.
Pada tahun 2002, Oka Rusmini menerima penghargaan Puisi Terbaik dari Jurnal Puisi. Selain itu, ia aktif dalam kegiatan sastra baik di tingkat nasional maupun internasional, termasuk Festival Sastra Winternachten di Den Haag dan Amsterdam, Belanda, serta Singapore Writer Festival.
Ulasan
Belum ada ulasan.