Deskripsi
Mengapa perlu membahas kembali humanisme, suatu paham yang menekankan pada manusia, kemampuan kodratnya, dan nilai-nilai kehidupan duniawi? Sejak abad ke-14, gerakan humanis modern telah tumbuh, memberikan penafsiran rasional yang mempertanyakan monopoli agama dan negara dalam menentukan kebenaran. Humanisme sekuler memberikan keyakinan bahwa kehidupan “dunia-atas-sana” tidak lebih penting daripada “dunia-bawah-sini.” Namun, humanisme tidak terlepas dari kritik.
Ketika humanisme membawa pada pandangan tentang kemanusiaan tanpa Tuhan, di mana manusia berperan sebagai Tuhan, berbagai tragedi kemanusiaan seperti Hiroshima, Gulag, Killing Fields, Sebrenica, dan banyak tempat pembunuhan massal lainnya pada abad ke-20 menjadi tak terhindarkan. Di Indonesia sendiri, kita juga tidak terhindar dari tragedi kemanusiaan.
Namun, apakah ini berarti humanisme sudah tidak relevan? Saat kebangkitan agama-agama sedang berlangsung dan nilai-nilai universal menjadi relatif, apa hikmat yang masih bisa kita pelajari dari humanisme? Bagaimana sosok dan peran humanisme dalam masyarakat yang semakin majemuk, termasuk di dalamnya agama-agama di Indonesia?
Buku kecil ini membahas dengan jelas pengertian humanisme, perkembangannya, dan berbagai kritik terhadapnya. Tidak hanya itu, penulis juga mengajukan tafsir baru terhadap paham tersebut, yang disebutnya sebagai “Humanisme Lentur.”
Meskipun bergenre filsafat, buku ini menggunakan bahasa yang agak berat dengan banyak istilah teknis. Oleh karena itu, membaca buku ini mungkin memerlukan alat bantu seperti smartphone atau laptop untuk mencari definisi istilah tertentu agar lebih memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.
Ulasan
Belum ada ulasan.