Deskripsi
Berkat ceramah dan kisah sejarah yang mengalir dari bibir para ulama dan seniman di lapangan-lapangan terbuka di Aceh, kisah Panglima Itam mulai merambah pengetahuan masyarakat. Perannya yang signifikan dalam perkembangan Aceh, khususnya selama masa perang melawan penjajah, menjadi sorotan utama. Penulis sendiri, sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, telah terpapar oleh kisah-kisah inspiratif mengenai Panglima Itam. Berbagai tokoh seperti Syekh Idris Krueng Raya, Cut Nyak Fatimah, Adnan Pmtoh, dan Tengku Ismail Rasyid menjadi perantara dalam menyampaikan kisah heroik ini.
Lapangan-lapangan terbuka seperti Lapangan Umum Lueng Putu, Lapangan Beureuneun, dan Lapangan Teupin Raya Blangmalu, serta tempat-tempat publik lainnya di Aceh menjadi saksi penting dalam penyebaran dan penerimaan kisah Panglima Itam. Pengalaman mendengarkan cerita ini menciptakan kesan mendalam, sebagaimana penulis yang rela menempuh perjalanan hingga delapan kilometer hanya untuk meresapi kisah masa lalu Aceh. Sosok Panglima Itam bahkan menjadi bahan cerita pengantar tidur dari nenek penulis, menunjukkan betapa kuatnya daya tarik narasi ini.
Tradisi tutur hikayat yang diperkenalkan dari generasi ke generasi, terutama pada rentang waktu 1950-an hingga 1980-an, masih dapat dijumpai di berbagai tempat di Aceh. Meski hikayat sering kali diwarnai oleh sudut pandang subjektif para penutur, ingatan kolektif tetap tumbuh dan berkembang. Memori kolektif ini, yang sering kali menjadi fokus penelitian seperti yang dilakukan oleh Denys Lombard, menjadi bagian integral dari warisan sejarah. Penting untuk diingat bahwa tanpa peristiwa, tidak akan ada memori kolektif yang terbentuk, dan tentu saja tidak akan ada dokumen sejarah yang dapat diabadikan (no stories, no document).
Ulasan
Belum ada ulasan.