Deskripsi
Saras Dewi, atau akrab dipanggil Yayas, adalah seorang penulis asal Denpasar, Bali, yang memiliki nama lengkap Luh Gede Saraswati Putri. Sejak mengenal Plato di masa SMA, Yayas memutuskan untuk mengejar minatnya dalam filsafat dengan memilih Jurusan Filsafat di Universitas Indonesia (UI). Konsistensinya dalam mendalami filsafat terus berlanjut, dari tingkat sarjana hingga meraih gelar doktor.
Beberapa karya yang telah diterbitkan oleh Yayas mencakup berbagai genre. Jiwa Putih (2004) adalah kumpulan puisi pertamanya, sementara buku non-fiksi tentang Hak Asasi Manusia (2006) merupakan hasil kerjasama dengan UI Press dan Uni Eropa. Cinta Bukan Coklat (2010) dan Ekofenomenologi (2015) adalah karya-karya lain yang telah melengkapi perjalanan literernya. Khusus untuk buku puisi berjudul Kekasih Teluk, yang diterjemahkan oleh Debra H. Yatim dan dirilis pada Ubud Writer Festival 2018, mendapatkan apresiasi yang positif.
Dalam kumpulan puisi terbarunya, Yayas, yang juga seorang dosen dan aktivis lingkungan, menghadirkan karya dengan dedikasi tinggi serta pemikiran dan perenungan panjang. Pengalaman Yayas dalam mendampingi kasus-kasus kekerasan seksual di kampus dan terlibat dalam kampanye menolak reklamasi Teluk Benoa Bali menjadi inspirasi dalam menciptakan karyanya.
Puisi-puisi Yayas mencerminkan kerinduan yang mendalam terhadap alam, sesuai dengan filosofi keseharian hidup orang Bali. Ungkapannya yang segar, terutama dalam bentuk kecewa, kemarahan, dan gugatan terhadap manusia sebagai perusak alam, menandai keunikan puisi-puisinya. Rasa kecewa yang tak henti menjadi tema utama, namun melalui karya-karyanya, Yayas juga menyelipkan harapan. Puisi-puisi ini menjadi medium bagi Yayas untuk berdialog dengan alam, seolah berbicara dengan kawan, kekasih, bahkan Ibu. Keseluruhan kumpulan puisi Kekasih Teluk ini mengajak pembaca memahami dan merasakan keterhubungan antara kecewa, harapan, dan keindahan alam.
Ulasan
Belum ada ulasan.