Deskripsi
Pada Jumat, 28 September 2018, di sudut utara zamrud khatulistiwa, matahari tengah menenggelamkan diri, dan azan Magrib hendak dikumandangkan, saat itulah kekuasaan Tuhan menggemparkan bumi dengan mengempaskan laut ke atas permukaan, menciptakan tsunami yang mengerikan. Palu, sebuah kota yang damai, mendapati dirinya dihantam gelombang air laut yang membawa duka mendalam, merenggut ribuan nyawa, dan menyisakan banyak raga yang melayang ke angkasa.
Dania, seorang pelajar SMA biasa sebelumnya, menjadi bagian dari tragedi ini. Pascatsunami, namanya harus merangkak untuk bertahan hidup di bayang-bayang trauma yang panjang. Althar, teman sekelasnya, menjadi penolong dan pendukungnya, namun ternyata itu belum cukup bagi Dania. Pertanyaan mengenai keadilan Tuhan dan pencarian keping hati yang hilang membuat gadis ini terombang-ambing dalam ombak cobaan.
Seolah keberuntungan telah berpaling dari perjalanan hidupnya, Dania merenung, “Apalah arti keadilan Tuhan yang sering dikatakan oleh mereka yang hidup tenang, sedangkan mengikhlaskan kematian sudah menjadi rutinitas kami untuk melanjutkan hidup?”
Sementara itu, Althar merenungkan keadaan dunia, “Dunia dijadikan surga, namun kain kafan dianggap akhir dari segalanya. Semua insan terlupa. Sebenarnya, untuk apa Tuhan menciptakan manusia?”
Dalam perjalanan sulit ini, Dania akhirnya menyadari makna sejati kehidupannya. Namun, apakah sudah terlambat? Keikhlasan menjadi pertimbangan tertinggi dalam perjalanan cintanya. “Keikhlasan adalah derajat tertinggi dalam mencinta,” ujarnya.
Kisah Dania dan Althar merupakan gambaran kekejaman tsunami yang melanda Palu. Mereka bukan hanya bertahan hidup fisik, tetapi juga harus melalui perjalanan batin yang panjang. Pertanyaan-pertanyaan filosofis mereka mencerminkan ketidakmengertian manusia terhadap rahasia penciptaan Tuhan dalam menghadapi bencana besar.
Melalui cerita ini, kita diingatkan akan kekuatan manusia untuk bangkit kembali dari kehancuran. Dalam cobaan berat, keikhlasan dan mencari makna kehidupan menjadi kunci untuk melanjutkan perjalanan, meski luka yang mendalam tetap ada. Tsunami di Palu mengajarkan kita tentang kekejaman alam, tetapi juga kekuatan kemanusiaan untuk bersatu dan membangun kembali, sekaligus mencari makna dalam kehidupan yang penuh dengan misteri.
Ulasan
Belum ada ulasan.