Libur panjang berjalan seru dan menyenangkan. Setiba di rumah Paman Raf, aku melihat bangunan lima lantai itu bersolek dengan lampu hias warna-warni, persiapan acara pernikahan Am yang akan diadakan empat minggu lagi. Bibi Leh menyajikan makan malam spesial yang meriah. Am, Em, Im, Om, dan Um bertanya tentang Akademi Bayangan Tingkat Tinggi, bergurau sambil membuat suasana ramai. Namun, Paman Raf tetap membahas hal-hal tidak nyambung dan tidak penting. Kamarku di loteng terasa nyaman, dan Bibi Leh selalu memastikan aku senang tinggal di rumahnya sejak aku berusia lima belas tahun.

“Norwegian Wood” adalah novel karya penulis Jepang, Haruki Murakami, yang diterbitkan pada tahun 1987. Cerita ini menggambarkan nuansa nostalgia tentang kehilangan dan seksualitas, diceritakan melalui sudut pandang Toru Watanabe, seorang mahasiswa di Tokyo. Watanabe menjalin hubungan dengan dua wanita berbeda, Naoko yang cantik namun bermasalah emosional, dan Midori yang ceria. Penulis mengungkapkan bahwa novel ini awalnya berawal dari cerita pendek berjudul “Firefly,” yang kemudian dimasukkan dalam koleksi “Blind Willow, Sleeping Woman.”

“Ronggeng Dukuh Paruk” adalah judul novel pertama dari trilogi karya Ahmad Tohari, yang juga mencakup “Lintang Kemukus Dini Hari” dan “Jantera Bianglala”. Novel ini membuka ceritanya dengan gambaran kehidupan di sebuah perkampungan di daerah Jawa. Dukuh Paruk, sebuah dukuh yang terletak di wilayah Jawa dengan kondisi yang memprihatinkan, terbelakang, dan miskin, dihuni oleh penduduk yang hidup dalam kebodohan dan kemalasan.